Senin, 15 Februari 2010

PERJUANGAN BELUM SELESAI


Masih ingatkah kita siapa itu Muzzamil (FMIPA 96)? Ingat jugakah kita apa yang menjadi motto Yap Yun Hap (FT 96)? Tahukah apa yang sedang dikerjakan oleh Paulus Sabar dan Sony (FH 98)? Di manakah kini Juverdy (FISIP 97)? Lalu kemana saja Anday (FIB 95)?

Banyak kisah yang terserak di antara kita. Itu baru menyangkut rekan-rekan yang pernah mengalami suka duka bersama kita dalam sekelumit kenangan perjuangan KBUI. Belum lagi kalau kita memikirkan agenda yang lebih besar, jangka panjang dan serius, yaituu mewujudkan cita-cita perjuangan kita dahulu.

Dunia kampus kita kembali ke dalam masa kritis. Semenjak BHMN diterapkan, tidak banyak kemajuan yang diperlihatkan oleh UI selain tambahan fasilitas dan mahasiswa yang bertambah. Pada sisi lain BHP pun semakin mencekik orang kecil untuk menyediakan dana bagi anaknya agar bisa menikmati pendidikan tinggi.

UI pun kembali dalam situasi keberjarakan dengan masyarakat. Sistem keamanan yang serba ketat cenderung menyalahkan masyarakat atas berbagai persoalan di UI. Tidak ada survei yang benar-benar menunjukkan efektifitas sistem keamanan model baru ini, ketimbang hanya desas-desus dan data yang tidak bisa dibuktikan secara empirik. Apakah ini yang mau kita maksudkan sebagai Kampus Perjuangan Rakyat?

Bagaimana kalau kita bicara soal hukum? Masih berpengaruhkah teori-teori hukum yang susah payah dipejari di kampus yang katanya nomor satu di Indonesia ini? Nama UI saja sudah tidak didengar, apalagi kalau bicara teori yang mengatakan hitam adalah hitam dan putih adalah putih. Keadilan macam apa yang akan kita perjuangkan ketika dunia di luar sana penuh dengan tipu muslihat dan trik-trik kotor?

Bagaimana juga kalau kita bicara ekonomi? Ekonomi macam apa yang diajarkan di UI ini? Yang sepenuhnya menghamba kepada kapitalisme dan pasar bebas tanpa mempedulikan nasib rakyat kecil yang menatap dengan kosong masa depannya di tengah hamparan padang lumpur kemelaratan dan siksa kemilau hipermarket menjajakan barang menakjubkan yang tidak terjangkau oleh mereka?

Bagaimana dengan masalah teknik? Hohihuhaha, mengapa infastruktur di berbagai daerah kita justru semakin terabaikan? Kenapa "pendapat yang benar" yang selalu kita diskusikan dalam pertemuan kita selalu mental ketika harus diaplikasikan oleh pejabat-pejabat pemerintahan yang seharusnya menjadi hamba pelayan masyarakat? Apakah masyarakat hanya harus menggigit jari menyaksikan semua kemewahan hanya bisa dinikmati oleh menteri dan anggota DPR dengan mobil minimal sekelas Camry?

Bagaimana dengan kebudayaan? Apakah budaya kekerasan, korupsi dan opera sabun harus terus dipertahankan dalam sistem kemasyarakat kita? Untuk siapa kebudayaan itu menghamba? Kepada masyarakat kebanyakan atau mengikuti titah sabda pandita ratu demi kelanggengan kekuasaannya? Budaya yang membebaskan manusia sehingga bisa menemukan kemanusiaannya kembali?

Apapun yang kita, saya, anda pikirkan, Perjuangan BELUM Selesai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar